Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

Rekapitulasi Jelang Pengumuman Pemenang Pilpres

Suasana Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan dan Perolehan Suara Tingkat Nasional Dalam Negeri dan Penetapan Hasil Pemilu 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Ahad (19/5).baturajaradio.com -Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan, rekapitulasi nasional pemilu serentak 2019 akan selesai sesuai jadwal pada 22 Mei. Sejauh ini, KPU masih harus menyelesaikan kelengkapan dokumen administrasinya.

"Penandatanganan berita acara itu ratusan bahkan ribuan lembar yang belum selesai. Bukan hanya kami komisioner bertujuh yang tanda tangan, tetapi juga semua saksi (yang bersedia menandatangani). Itu butuh beberapa hari. Jadi, sepertinya sih tetap 22 Mei baru selesai," ujar Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Ahad (19/5).

Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, para kandidat terpilih di pilpres maupun pileg bisa ditetapkan setelah masa pengajuan sengketa berakhir. Jika ada pengajuan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK), KPU harus menanti sampai keluarnya putusan hakim konstitusi.

"Kalau tanggal 25 sampai jam berakhir masa pengajuan sengketa tidak ada sengketa maka KPU punya waktu tiga hari, yakni sejak 26 Mei, kemudian 27 Mei hingga 28 Mei untuk menetapkan hasil calon terpilih," ujar Arief di kantor KPU, Sabtu (18/5). Arief mengungkapkan, pihaknya juga siap menghadapi sengketa hasil pemilu di MK.

Sejak Jumat (10/5) hingga Ahad (19/5), KPU telah merampungkan rapat pleno rekapitulasi untuk 30 provinsi. Dari 30 provinsi tersebut, paslon nomor urut 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin menang di 18 provinsi, sedangkan paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno unggul di 12 provinsi.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak seluruh komponen bangsa berpijak di atas hukum dan konstitusi. "Bagi yang tidak puas, ada kesalahan bahkan kecurangan, bawalah ke ranah hukum agar semuanya transparan dan tentu kita harus kawal juga," kata Haedar di Malang, Sabtu (18/5).

Ia juga mendesak KPU, Bawaslu, dan semua pihak agar benar-benar menjalankan tugasnya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. "Untuk pengerahan massa sebaiknya di bulan Ramadan ini dikurangi. Kemudian juga demo itu boleh, tapi harus mengikuti aturan dan tidak boleh anarkis," kata Haedar.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini juga menekankan bahwa keputusan KPU harus dihormati oleh kedua belah pihak. "Bagi pihak-pihak yang merasa berkeberatan dengan hasil KPU, bisa menempuh jalur konstitusi melalui MK," ucap Helmy.

Helmy mengajak seluruh elemen bangsa, termasuk Nahdliyin, menjaga situasi agar tetap aman dan tertib pada saat KPU mengumumkan hasil Pemilu 2019.

Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat Anwar Abbas juga mengingatkan, dalam momentum Pemilu 2019 ini segala sesuatu yang dapat merusak persatuan itu harus dihindari. Menurut Anwar, pemilu yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali merupakan salah satu cara yang sudah disepakati di dalam negara demokrasi untuk memilih seorang pemimpin.

Namun, penyelenggaraannya harus dilakukan secara jujur dan adil. "Kita harapkan kita akan bisa mendapatkan pemimpin dan ke pemimpinan yang konstitusional dan legitimate," ucapnya. Persoalan terkait penyelenggaran pemilu, menurut dia, harus diselesaikan dengan cara-cara yang baik.

Sementara itu, cawapres Sandiaga Uno mengimbau masyarakat yang hendak melakukan aksi pada 22 Mei mendatang agar berlaku tertib dan sesuai koridor hukum. "Dan para aparat jangan terlalu berlebihan karena masyarakat ini masyarakat yang cinta damai," kata Sandiaga di Jakarta Selatan, Ahad (19/5).

Sandiaga menilai, aksi yang bakal dilakukan masyarakat pada 22 Mei 2019 mendatang merupakan bentuk penyampaian pendapat yang dilindungi undang-undang. Terlebih, ia mengklaim, pihaknya telah melaporkan berbagai dugaan kecurangan. Namun, Sandiaga belum memutuskan bakal hadir atau tidak dalam aksi pada 22 Mei mendatang.
Sementara itu, capres pejawat Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, setiap kekalahan dalam pemilu pasti akan memunculkan rasa ketidakpuasan. Kendati demikian, ia meminta kubu lawan yang tak puas dengan hasil resmi perhitungan suara oleh KPU agar menempuh jalur hukum.

"Kalau ada kecurangan, laporkan ke Bawaslu. Kalau yang lebih besar, sengketa, sampaikan ke MK. Ini kan mekanisme menurut konstitusi, mekanisme yang sudah disepakati bersama-sama di DPR, semua fraksi ada semua, semua partai ada. Jangan aneh-aneh lah," kata Jokowi di Jakarta, kemarin. Terkait rencana aksi yang diserukan oleh kubu lawan pada 22 Mei nanti, Jokowi menyerahkannya kepada kepolisian dan TNI.




Personel Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) melakukan demonstrasi pengamanan VVIP saat apel gelar pasukan Satgas Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Tahun 2019 di Mako Paspampres, Jakarta, Selasa (14/5/2019).

Karo Penmas Mabes Polri Dedi Prasetyo juga meminta masyarakat yang berencana mengikuti aksi pada 22 Mei menjunjung sikap damai dan konstitusional. Apabila ada tindakan inkonstitusional, kata dia, aparat keamanan akan menindak tegas. "Tentu tindakan aparat terukur dan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang ada," ujar Dedi kepada Republika, kemarin.

Dedi melanjutkan, saat ini Polri dan TNI sudah menyiapkan sekitar 32 ribu personel keamanan. Satuan keamanan tersebut nantinya akan diprioritaskan untuk menjamin keamanan di KPU dan Bawaslu.

Sementara itu, Presiden ke-3 RI BJ Habibie memaklumi bahwa dalam pelaksanaan pemilu masih ada kekurangan-kekurangan. Namun, ia juga meyakini ke depannya kualitas demokrasi Indonesia akan membaik.

"Saya berpesan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk bersama-sama memastikan demokrasi Indonesia dapat terus berjalan dan menerima hasil pemilihan umum serentak yang akan diumumkan 22 Mei mendatang," kata Habibie dalam pesan yang ia unggah, kemarin.

Ia meminta agar ketakpuasan terhadap hasil pemilu harus diselesaikan melalui jalur konstitusional. Hindari tindakan-tindakan yang dapat mempertajam polarisasi dan perpecahan di masyarakat. (https://nasional.republika.co.id)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.