Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

Perkara Tabungan Naik Rp690 T, Kok Gak Boleh Pak Jokowi?


Baturajaradio.com
- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai khawatir dengan sikap masyarakat yang memilih untuk menahan belanja dan menyimpan uang di perbankan. Presiden pun meminta semua pihak untuk mendorong masyarakat semakin gemar belanja, khususnya kepada Kepala Daerah.
Jokowi menjelaskan belanja masyarakat saat ini sangat diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Rumusnya justru kita mendorong masyarakat untuk belanja. Bukan hemat sekarang ini karena kita membuat agar pertumbuhan ekonomi terjaga kalau bisa naik," tutur Jokowi, saat memberikan pengarahan kepada Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Balikpapan, Kamis (23/2/2023).

Seperti diketahui, konsumsi masyarakat berkontribusi sekitar 53-56% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) justru menunjukkan pertumbuhan konsumsi masih lesu.  Sebaliknya, simpanan masyarakat di perbankan menggunung.

Jokowi mengingatkan belanja masyarakat tidak hanya makan dan minum tetapi juga menonton konser hingga membeli baju.

Dia berharap pihak berwenang mempermudah dan mempercepat izin konser atau event lain sehingga penarikan dana dari bank ke konsumsi semakin lancar.

"(Simpanan di bank) Dibelanjakan ngga papa. Untuk nonton konser, nonton bola. Biar masyarakat spending. Untuk makan di warung atau PKL," imbuhnya.

Baca: Jokowi Sentil Gubernur: Jangan Hambat Izin Konser & Sepakbola
Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memang mencatat ada kenaikan cukup signifikan pada simpanan masyarakat di bank sejak pandemi.

Per Desember 2022, simpanan di bank mencapai Rp 8.202,92 triliun. Angka tersebut meningkat Rp 656,55 triliun atau 8,7% dibandingkan setahun sebelumnya.

Simpanan termasuk tabungan senilai Rp 2.620, 05 triliun, deposito sebesar Rp 2.938,63 triliun, dan sertifikat dan deposito senilai Rp 3.782 triliun.

Pada awal pandemi Covid-19, simpanan di perbankan meningkat Rp 659,89 triliun menjadi Rp 6.737,2 triliun per Desember 2020. Simpanan melonjak Rp 809,18 triliun menjadi Rp 7.5546,38 triliun per Desember 2021.

Melonjaknya simpanan di bank karena masyarakat, terutama kelas menengah, banyak yang menahan belanja. Pasalnya, sejak awal 2020, Indonesia dan dunia masih berjuang melawan pandemi Covid-19.

Baca: Orang RI Mulai Betah Lama-lama di Mal, Tanda-tanda Apa Nih?
Pada 2020, hampir seluruh dunia juga memberlakukan lockdown serta pembatasan mobilitas secara ketat. Indonesia pun melakukan pemberlakuan pembatasan yang sangat ketat hingga awal 2022.

Pembatasan-pembatasan tersebut tentu saja membuat aktivitas belanja masyarakat berkurang.

Pada akhir 2020, kasus Covid-19 di Indonesia sebetulnya melandai. Namun, masuknya varian Delta pada Mei 2021 membuat Indonesia harus memberlakukan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Pembatasan PPKM Darurat yang kemudian berganti menjadi PPKM Level (sesuai tingkatan) sangat menentukan mobilitas dan aktivitas belanja masyarakat.

Pada pemberlakuan PPKM Level 4, misalnya, mall hingga bioskop tidak boleh beroperasi. Untuk tempat makan, hanya kategori tertentu yang boleh dibuka itupun dengan kapasitas sangat terbatas.

Data Badan Pusat Statistik (BPS), Mandiri Spending Index,  dan Bank Indonesia (BI) menunjukkan masyarakat memang menahan belanja.  Banyak faktor yang membuat masyarakat melakukan hal tersebut mulai dari kenaikan harga-harga hingga pembayaran cicilan.
Konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,48% (year on year/yoy) pada kuartal IV-2022. Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada kuartal III-2022 yakni 5,39% (yoy).

Melambatnya konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2022 ini tidak biasa. Pasalnya, konsumsi pada kuartal tersebut biasanya melonjak karena ada perayaan Hari Natal dan tahun baru.


Kenaikan harga BBM subsidi pada September 2022 dan lonjakan inflasi membuat banyak masyarakat menahan belanja bahkan pada akhir tahun.

Selain BBM, harga bahan juga melonjak tajam mulai dari minyak goreng hingga beras.

Baca: Nih! 8 Bansos RI yang Dikucurkan Sri Mulyani Tahun Ini
Sebagai catatan, inflasi Indonesia melonjak September 2022 menjadi 5,95% (year on year/yoy) pada September 2022. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak Desember 2014 atau tujuh tahun lebih.

Data Mandiri Spending Index juga menunjukkan nilai belanja pada akhir Januari 2023 ada di kisaran 131,7 atau lebih rendah dibandingkan akhir Desember 2022 yang tercatat 147,8.

Frekuensi belanja orang ada di angka 157,9 pada akhir Januari 2023, dari 176,7 pada akhir Desember 2022.

Mandiri Spending Index juga menunjukkan nilai belanja dan volume belanja terus turun. Pada Januari, volume belanja bahkan terkontraksi 5,1%.


Mandiri Sepnding IndexFoto: Bank Mandiri
Mandiri Sepnding Index

Mandiri Spending Index juga menunjukkan penjualan di department stores, supermarkets, dan restoran mulai melandai setelah akhir tahun meskipun retail masih stabil.

Data yang sama memperlihatkan konsumsi masyarakat untuk peralatan rumah tangga, fashion, serta ritel terus turun.


"Pertumbuhan belanja (tahunan) masih melambat pada awal tahun ini. Secara nilai memang naik tetapi secara volume turun. Harga yang lebih mahal membuat nilai belanja naik tetapi tidak di volume," tulis Bank Mandiri dalam laporannya Brief on Latest Consumer Spending edisi Januari.

Survei Bank Indonesia menunjukkan semua kelompok pendapatan memilih untuk mengerem belanja.

Baca: Jokowi Genjot Belanja Produk Dalam Negeri Rp1.100 T di 2023
Rata-rata proporsi belanja masyarakat pada Januari 2023 turun menjadi 73,6% dari 75,6% pada Desember 2022.

Masyarakat mengeluarkan lebih pendapatan mereka untuk membayar cicilan. Proporsi penghasilan yang disisihkan untuk membayar cicilan naik menjadi 9,7% pada Januari 2023, dari 9,2% pada Desember 2022.

Pada kelompok berpendapatan Rp 1-2 juta memilih menyisihkan 75% untuk konsumsi, 7,9% untuk membayar cicilan pinjaman, dan 17,2% untuk tabungan pada Januari 2023.

Jumlah konsumsi turun jauh dibandingkan pada Desember 2022 di mana porsi konsumsi sebesar 75,5%, pembayaran cicilan  8,8% dan tabungan 15,7%.


Masyarakat kelas menengah atas atau yang berpenghasilan Rp 5 juta ke atas juga terus menurunkan proporsi belanja sementara pembayaran cicilan naik.

Pada Januari 2023, proporsi belanja menjadi 65,4% dari sebelumnya 68,4% pada Desember 2022.  Proporsi pembayaran cicilan naik menjadi 16% pada Januari 2023 dari 13,7% pada Desember 2022.

Masyarakat kelas menengah atas atau yang berpenghasilan Rp 5 juta ke atas juga terus menurunkan proporsi belanja sementara pembayaran cicilan naik.

Pada Januari 2023, proporsi belanja menjadi 65,4% dari sebelumnya 68,4% pada Desember 2022. Proporsi pembayaran cicilan naik menjadi 16% pada Januari 2023 dari 13,7% pada Desember 2022.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.