Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

Waspada, 55 Daerah Darurat Kekeringan

Petani memilah bulir padi yang masih bisa dipanen di area persawahan Pattallassang yang terdampak kekeringan, Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (22/7/2019).baturajaradio.com  -Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendata ada 55 wilayah kabupaten/kota yang telah menetapkan status siaga darurat kekeringan hingga Senin (22/7). Teknologi modifikasi cuaca disiapkan untuk menghadapi kemungkinan gagal panen akibat kekeringan tersebut.

Plh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo menyebut, provinsi yang wilayah kabupaten/kotanya menetapkan status siaga darurat kekeringan, antara lain, Banten, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sementara itu, wilayah kabupaten/kota yang terdampak kekeringan teridentifikasi berjumlah 75 kabupaten/kota, termasuk dua kabupaten di Bali.

Wilayah terbanyak yang menetapkan status siaga darurat ke keringan, yaitu Provinsi Jawa Timur. "Ada 25 kabupaten teridentifikasi berpotensi kekeringan," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin.

Menghadapi darurat kekeringan, BNPB; Badan Meteorologi, Klima tologi dan Geofisika (BMKG); dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah melakukan koordinasi untuk operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC). Pertemuan koordinasi yang digelar kemarin menyebutkan operasi tersebut akan difokuskan pada penanganan kekeringan dan kegagalan panen di wilayah-wilayah teridentifikasi.

"Saat ini potensi awan hujan kurang dari 70 persen sehingga belum dapat dilakukan operasi TMC. Namun, pesawat milik BPPT dalam posisi stand by jika ada wilayah yang berpotensi untuk dilakukannya TMC," ujarnya menjelaskan.

Berdasarkan laporan BMKG kemarin (22/7), potensi hujan hingga sepekan ke depan masih cukup rendah untuk wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Di sisi lain, pertumbuhan awan dan potensi hujan masih terfokus di Sumatra bagian utara, Kalimantan Timur dan Utara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.

Adapun dari sebaran bencana kekeringan berdasarkan tingkatan wilayah administrasi ialah tujuh provinsi, 75 kabupaten, 490 kecamatan, dan 1.821 desa. BNPB menyampaikan, total air bersih yang telah didistribusikan mencapai 7.045.400 liter. "Strategi lain yang telah diupayakan, antara lain, penambahan jumlah mobil tangki, hidran umum, pembuatan sumur bor, dan kampanye hemat air," ungkapnya.

Dari tujuh provinsi yang melaporkan kekeringan tersebut, menurut Agus, jumlahnya diperkirakan akan bertambah. Hal ini merujuk tren tahun sebelumnya. BNPB mencatatkan, dari tujuh provinsi itu, ada 111 kabupaten/kota, 888 kecamatan, dan 4.000 desa terdampak pada 2018 lalu.

Menengok tren itu, menurut Agus, angka tahun ini cukup tinggi. "(Karena) ini baru Juli," katanya. BMKG memprediksikan bahwa puncak kekeringan akan terjadi pada Agustus dan berlangsung hingga September atau November.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur Hadi Sulistyo mengungkapkan, luas sawah yang mengalami kekeringan di Jawa Timur pada musim kemarau ini mencapai 24.633 hektare. Dari luas lahan tersebut, 983 hektare tanaman padi di antaranya mengalami puso atau gagal panen.

Menurut Hadi, kekeringan di Jatim tidak mengakibatkan semua komoditas tanaman gagal panen. Ia mengimbau masyarakat agar tidak khawatir karena stok beras di Jatim melimpah, bahkan bisa dikonsumsi untuk 15 provinsi lainnya di luar Jatim.

Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Bandung juga mengungkapkan musim kemarau berdampak pada 120 hektare lahan pertanian mengalami kekeringan. Sebanyak 89 hektare mengalami kekeringan ringan, 27 hektare kekeringan sedang, dan empat hektare kekeringan berat.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran, mengatakan, total lahan pertanian di Kabupaten Bandung yang ada mencapai 7.937 hektare. Sementara, lahan perkebunan yang mengalami kekeringan relatif sedikit.

Kendati demikian, kekeringan tetap memengaruhi harga pangan. "Sayuran hampir semua naik harga. Karena kemarau dan luas area berkurang," katanya. (rizky suryarandika/dadang kurnia/m fauzi ridwan ed:fitriyan zamzami) (https://nasional.republika.co.id)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.