Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

Hasil Tak Sepadan Modal, Petani Stres Enggan Panen Ubi Racun

Baturaja Radio - Anjloknya harga karet yang terus menerus terjadi sejak 2013 hingga 2016, membuat para petani di OKU Timur menebang pohon karet milik mereka. Lalu mereka mengganti dengan tanaman lain, diantaranya ubi racun.
 
Bahkan di wilayah Belitang III, ratusan hektar perkebunan karet warga diubah menjadi persawahan untuk memproduksi beras karena harga karet anjlok. Sedangkan harga beras masih relatif stabil.

"Diwilayah itu beberapa tahun lalu akan dibangun irigasi. Namun karena harga getah karet melambung, petani menolak pembangunannya. Saat ini petani justru yang meminta untuk pembangunan irigasi dan bersedia untuk menebang semua kebun karet mereka," jelas Kurnia (30) petani asal Kecamatan Belitang III.

Sedangkan para petani yang tidak memiliki potensi lahan untuk persawahan melakukan alih fungsi lahan ke ubi racun karena harga menggiurkan.
Perawatan tanaman yang mudah dengan harga yang cukup tinggi membuat sejumlah petani rela menebang batang karet mereka dan menggantinya dengan ubi racun.

"Ubi racun bisa dipanen hanya dalam kurun waktu enam bulan. Banyak petani yang sukses dengan menanam ubi racun tersebut. Tentu saja masyarakat banyak yang tergiur. Karena dari satu
hektar tanaman ubi racun bisa menghasilkan uang Rp 5-20 juta dengan modal hanya Rp 1,5 juta," ujar Rasio, seorang petani di Martapura, OKU Timur.

Namun lanjut Rasio, ternyata harga ubi racun kini mulai mengalami penurunan sejak pertengahan tahun 2016 dengan kisaran di bawah Rp 800 per kilogram.
Dengan harga demikian petani masih mendapat keuntungan yang besar sehingga penurunan harga tersebut tidak terlalu meresahkan.
Puncak dari keresahan petani kata dia, adalah ketika harga ubi racun menurun drastis dan tertahan di bawah Rp
600 per kilogram.

"Pada tahap itu petani benar-benar stres karena jika melakukan pemanenan hasilnya tidak akan sepadan dengan modal dan perawatan yang telah dikeluarkan. Bahkan terkadang pengepul tidak bersedia membeli ubi dari petani karena harga yang sangat rendah," katanya. (tribunnews.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.