Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

Banyak 'Disusupi' Politikus, DPD Disebut Tak Berbeda dengan DPR

Baturaja Radio - Banyaknya anggota DPD yang saat ini menjadi pengurus partai politik 'dadakan' mengkhawatirkan banyak pihak. Pasalnya, hal ini akan membuat DPD melenceng dari tujuan dan fungsinya di pemerintahan.

Isu ini merebak setelah 70 anggota DPD RI merapat ke Partai Hanura. Hal tersebut terjadi setelah senator Oesman Sapta Odang (OSO) terpilih menjadi Ketua Umum Partai Hanura menggantikan Wiranto.

"Mengenai mulai sangat maraknya anggota-anggota DPD di satu saja parpol ini sebenarnya mengkhawatirkan akan eksistensi DPD. Kalau DPD dikuasai parpol tertentu, hakikat perwakilan daerah ini akan cacat karena adanya DPD untuk mewakili kepentingan daerah," kata pakar hukum tata negara Refly Harun dalam diskusi 'Deparpolisasi DPD atau Bubarkan DPD' di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2017).

Menurut Refly, mandat DPD adalah sebagai perwakilan daerah yang dalam hal ini basisnya ada di provinsi. Untuk itu, sebagai perwakilan daerah, DPD menurutnya, tidak boleh disusupi oleh parpol, apalagi dalam jumlah besar.

"Ada pengurus parpol yang mencalonkan jadi anggota DPD, apalagi Ketua DPD, ya harusnya ini tidak boleh lagi, karena itu (fungsinya) akan sia-sia saja," ujar Refly.

Senada dengan Refly, Ketua KoDe Inisiatif Veri Junaidi dalam diskusi mengatakan sebaiknya DPD dibubarkan saja daripada tetap berjalan namun dengan fungsi yang sama dengan DPR, yaitu mewakili parpol. Menurutnya, dengan kondisi saat ini, DPD telah menjelma menjadi lembaga yang serupa dengan DPR.

"Saat ini DPD pilihannya ada dua, mau dikembalikan pada fungsinya semula sebagai wakil daerah atau dibubarkan sama sekali. Artinya, kalau kondisi seperti sekarang DPD diisi oleh orang-orang partai, bahkan diisi partai politik tertentu, sebaiknya DPD dibubarkan saja," beber Veri.

"Percuma saja ada dua kelembagaan yang harusnya beda tapi karena kondisi sekarang jadi sama saja kan, hanya akan habiskan uang negara saja. Kalau fungsinya sama orang-orangnya itu juga, ya sama saja, percuma saja," tambahnya.

Diisinya DPD dengan orang partai ini membuat kondisinya tidak lagi memiliki esensi di pemerintahan. Padahal selama ini fungsi DPD pun belum berjalan dengan baik.

"Jika kondisi seperti ini, sebaiknya DPD dibubarkan saja, nggak ada esensinya. DPD merupakan wakil daerah. Ini yang membedakan antara fungsinya dan yang ada di DPR. DPR diisi parpol dan fungsi DPD di daerah diisi oleh independen dan orang-orang nonparpol," terang Veri.

Menyambung Veri, pakar hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyebut alasan utama DPD kini dikuasai parpol adalah suara DPD dibutuhkan DPR. Hal ini membuat banyak anggota DPD bergabung ke parpol dan akan mengarah pada potensi parpol tertentu bisa menguasai DPD melalui perebutan kursi Ketua DPD yang akan dilakukan 3 April mendatang.

"Kalau warna DPD jadi warna politik, menurut saya akan terjadi negosiasi partai politik dan kepentingan partai sudah pasti lebih luas daripada kepentingan daerah," tutur Feri.

"Jadi, kalau warnanya sudah sama, kepentingan partai akan lebih mudah masuk," lanjutnya.

Dia menegaskan karakter DPD dan DPR harus dibedakan. Bila dilihat dari kacamata semangatnya, pembentukan dua kamar di Indonesia ini dibedakan agar bisa menyeimbangkan satu sama lain.

"Jadi harus dibedakan. Satu diisi parpol dan satunya DPD pasti lawannya parpol. Ketika DPR memperjuangkan pengawasan pemerintahan yang sangat kentara kepentingan politik, DPD harus menyeimbangkan agar seimbang dengan kepentingan daerah. Jadi tugas penyeimbang ini yang penting. Kalau DPD disusupi orang parpol, saya tidak bayangkan wajah DPD akan seperti apa," tutup Feri.
(https://news.detik.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.