Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

BPOM Masih Kaji Astrazeneca

 


Baturajaradio.com  -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan batch vaksin Covid-19 Astrazeneca yang diterima Indonesia berbeda dengan vaksin yang ada di Eropa yang diduga menyebabkan pembekuan darah. Kendati demikian, BPOM memilih berhati-hati dan masih melakukan kajian dengan para ahli terkait keamanan vaksin tersebut.

Vaksin Astrazeneca belakangan menjadi sorotan karena beberapa negara di Eropa menunda pemakaian vaksin tersebut setelah ada laporan penerima vaksin yang mengalami masalah berupa penggumpalan darah. Namun sejauh ini, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa penggumpalan tersebut terjadi akibat vaksin.

"Batch produk vaksin Astrazeneca yang diduga menyebabkan pembekuan darah, berbeda dengan batch yang telah masuk ke Indonesia. Selain itu, diproduksi difasilitas produksi yang berbeda juga," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam keterangan tertulis, Rabu (17/3).

Penny lalu mengutip penjelasan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada 12 Maret lalu yang menyatakan bahwa WHO telah menerima informasi kasus pembekuan darah, termasuk dua kasus fatal akibat batch tertentu (ABV5300, ABV3025 dan ABV2856) yang diduga terkait dengan vaksin Covid-19.

Meski vaksin Astrazeneca sedang ditangguhkan distribusinya oleh pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetap melakukan pengkajian aspek kehalalan. Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI Muti Arintawati mengatakan, LPPOM MUI telah selesai melakukan pengkajian vaksin Astrazeneca.

“Kajian LPPOM sudah selesai dan hasilnya sudah diserahkan ke Komisi Fatwa. Untuk kelanjutannya silakan menghubungi Komisi Fatwa,” ujar Muti saat dihubungi Republika, Rabu (17/3).

Astrazeneca. WHO menyatakan sedang melakukan kajian mendalam. Namun, WHO juga menyatakan tidak ada alasan untuk menghentikan penggunaan vaksin tersebut dengan mengikuti emergency use listing (EUL) yang telah ditetapkan untuk vaksin Covid-19 Astrazeneca.

Penny menambahkan, walaupun vaksin Astrazeneca telah mendapatkan EUL dari WHO, pihaknya tetap melakukan pengkajian lengkap aspek khasiat dan keamanan bersama Komite Nasional Penilai Obat (KOMNAS PO) serta melakukan kajian aspek mutu yang komprehensif.

Ia menjelaskan, hasil uji klinis yang dilakukan pada 23.745 subjek di Inggris, Brasil, dan Afrika Selatan, diketahui bahwa data keamanan berupa efek samping sifatnya ringan sampai sedang, berupa reaksi lokal dan sistemik, juga tidak ada efek samping yang sifatnya serius dan terkait dengan gangguan pembekuan darah. 

Secara umum manfaat vaksin Covid-19 Astrazeneca lebih besar daripada risikonya.

"Walaupun vaksin Astrazeneca dengan nomor batch ABV5300, ABV3025 dan ABV2856 tidak masuk ke Indonesia, namun untuk kehati-hatian, BPOM bersama dengan tim pakar Komnas Penilai Obat, Komnas PP KIPI dan ITAGI melakukan kajian lebih lanjut sejak diketahui isu keamanan tersebut," ujarnya.

Ia menambahkan, BPOM juga melakukan komunikasi dengan WHO dan badan otoritas obat negara lain untuk mendapatkan hasil investigasi dan kajian yang lengkap serta terkini terkait keamanan vaksin Astrazeneca.  Namun, selama masih dalam proses kajian, vaksin Covid-19 Astrazeneca direkomendasikan tidak digunakan.

Anggota Komisi Fatwa MUI KH Hamdan Rasyid saat dihubungi Republika mengatakan, Komisi Fatwa MUI telah menetapkan fatwa penggunaan vaksin Astrazeneca. Meski begitu, ia tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai isi keputusan dan hasil sidang pleno Komisi Fatwa MUI.

“Sudah ada keputusan. Silakan langsung menghubungi Pak Ni'am (sekretaris umum Komisi Fatwa MUI),” ujarnya. Kiai Ni'am hingga berita ini dimuat belum bisa dimintai keterangan mengenai fatwa MUI terkait vaksin Astrazeneca.  



(https://www.republika.id/posts/15070/bpom-masih-kaji-astrazeneca)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.