Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

Bawaslu Minta KPU dan Kemendagri tak Saling Lempar Kesalahan

Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Bawaslu, Thamrin Jakarta Pusat, Selasa (15/5). Bawaslu duga KPU Jawa Barat Kecolongan soal insiden kaos #2019GantiPresiden saat debat publik pada Senin (14/5) malam. baturajaradio.com -Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochamad Afifuddin, meminta KPU dan Dukcapil Kemendagri tidak saling melempar kesalahan terkait temuan ratusan WNA yang masuk ke DPT Pemilu 2019. Menurutnya, data WNA yang masuk dalam DPT harus segera dibersihkan.

Afif menerangkan, secara aturan memang WNA diberpolehkan memiliki KTP-el. Sehingga, jika ada data WNA yang masuk DPT, data pencocokan dan penelitian harua dilakukan lebih cermat.

"Menurut saya, posisi kita tidak untuk melempar siapa yang paling bersalah. Tetapi mumpung ada waktu untuk dibersihkan ya kita bersihkan dan itu menjadi kesepakatan forum kemarin," ujar Afif kepada wartawan di Hotel Harris Vertue, Jakarta Pusat, Selasa (5/3).

Afif mengakui, jika hubungan KPU dengan Dukcapil Kemendagri agak tegang dan renggang. Menurut Afif, inilah yang menyebabkan suasana komunikasi antar kedua lembaga terkesan kurang harmonis.

"Misalnya saja, cara KPU menerima data DP4 yang seakan-akan penuh koreksi dan kecurigaan kepada Dukcapil. Ini soal sinergi, yang harusnya lebih dipositifkan cara pikirnya untuk menyelamatkan hak pilih masyarakat," tambah Afif.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menjelaskan alasan penyerahan data 103 WNA yang masuk ke DPT Pemilu 2019. Setidaknya ada empat alasan yang mendasari penyerahan tersebut.

Menurut Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, rapat dan pemberian data tersebut merupakan jawaban dan respons positif pihaknya terhadap surat KPU 28 Februari 2019.

"Dukcapil memberikan data yang dibutuhkan, bukan data yang diinginkan KPU. Data yang dibutuhkan untuk KPU hanya data WNA yang masuk dalam DPT, yaitu 103 data saja. Data yang lain belum diperlukan. Bila diberikan semua datanya nanti kami khawatir terjadi salah input lagi dan masuk DPT," ujar Zudan dalam keterangan tertulisnya, Selasa.

Kedua, kata Zudan, pihaknya terikat dengan hukum. Pada Pasal 79 UU Nomor 24 Tahun 2013, negara, dalam hal ini Kemendagri, diperintahkan untuk menyimpan dan melindungi kerahasiaan data perseorangan dan dokumen kependudukan. Mendagri memberi hak akses data kependudukan kepada lembaga pengguna.

"Artinya, yang diberikan oleh Mendagri adalah hak akses data, bukan data. Jadi tidak boleh data pribadi itu diberikan tanpa perintah undang-undang," lanjut Zudan.

Dia menilai, KPU tidak boleh terkesan mendesak Dukcapil untuk memberikan data kependudukan yang sebenarnya tidak diperlukan oleh KPU. Sebab, hal tersebut justru bisa melanggar hukum.

Ketiga, terkait dengan permintaan data, akan sangat baik bila ada pertukaran data. Ada hubungan timbal balik saling memberi data sesuai asas resiprositas.

Menurut Zudan, pihaknya sudah lima kali meminta data DPTHP dan data tindak lanjut KPU terhadap analisis 31 juta data yang ada dalam DP4. Namun, sampai saat ini belum diberi.

"Sejak Desember, Januari, Februari, Maret Dukcapil minta data, sampai sekarang belum diberi oleh KPU. Ada apa ya dengan KPU? Oleh karena sesuai dengan prinsip resiprositas tadi maka sebaiknya ada hubungan timbal balik kita bertukar data. Jangan hanya Kemendagri saja dimintai data," tegasnya.

Keempat, Kemendagri telah mengajak KPU dan Bawaslu duduk bersama untuk mencari solusi terhadap masalah yang terjadi. Dengan demikian, persoalan bisa disampaikan kepada publik sebagaimana yang diperlukan.

"Jangan seperti sekarang, Komisioner KPU menyampaikan kemauannya melalui media. Mestinya disampaikan dulu dan langsung kepada Kemendagri. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga agar suasana politik bisa sejuk, adem dan kondusif," tambah Zudan.

(https://nasional.republika.co.id)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.