Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

Kontroversi TNI Dilibatkan Tangani Terorisme


Baturajaradio.com- Pemerintah dan DPR melalui panitia khusus (pansus) menyepakati keterlibatan TNI dalam revisi UU Antiterorisme. Pelibatan TNI ini menuai kontroversi dan kritik.

Dalam pelaksanaannya, mekanisme keterlibatan TNI itu akan diatur melalui peraturan presiden (perpres). Perpres itu berfungsi mengatur keterlibatan TNI secara lebih spesifik. Sebab, belum ada aturan yang jelas soal kewenangan TNI untuk penanggulangan terorisme dalam UU No 34/2004 tentang TNI.



Anggota Pansus Terorisme Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan aturan itu dibuat menjadi tiga ayat, salah satunya keharusan penerbitan peraturan presiden sebagai sebuah keputusan politik negara, untuk memobilisasi kekuatan TNI sesuai dengan UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.


"Pansus menyetujui pelibatan TNI dalam penanggulangan aksi terorisme, diatur di Pasal 43H Revisi UU Teroris," kata Bobby.


Direktur Imparsial Al Araf mengkritik hal tersebut sebab pelibatan militer sudah diatur dalam UU 34/2004 tentang TNI. Al Araf menilai pansus memaksakan.

"Pansus harusnya tidak memaksakan sesuatu yang sudah diatur dalam UU TNI. Kan sebenarnya dalam UU TNI, pelibatan dalam penanganan terorisme sudah diatur secara jelas, khususnya pasal 7 ayat 2 dan 3," ujar Al Araf.

Menurutnya, pelibatan militer dalam penanganan terorisme harus memperhatikan UU TNI, terutama dalam hal pengambilan keputusan yang didasarkan pada politik negara ataupun presiden.


Sementara, Menko Polhukam Wiranto mengatakan pelibatan TNI merupakan wujud perlawanan total terhadap terorisme. Wiranto meminta pelibatan TNI ini tak perlu diributkan.

"Kita menyusun UU, merevisi UU, maka revisinya juga harus mengisyaratkan melawan terorisme dengan cara total. Kalau total berarti polisi diperkuat dengan TNI nggak masalah. Bahkan seluruh masyarakat dilibatkan melawan terorisme," kata Wiranto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.



Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan pelibatan TNI dalam penanganan kasus terorisme sudah dilakukan sebelum RUU Terorisme dibahas. Polri dan TNI juga dikatakannya sudah punya kesepakatan.

"Sekarang ini sudah berlangsung (kegiatan Polri-TNI dalam mengejar teroris), sudah ada kerja samanya, sudah ada MoU-nya (antara Polri dan TNI). Tinggal kami atur saja. Seperti di Poso kan TNI sudah masuk," sebut Setyo.


Pembahasan soal pelibatan TNI sudah berlangsung lama. Tahun 2016 lalu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan perlu dipahami dulu karena penindakan ini mengandung risiko.

"Perlu disikapi dulu, dipahami dulu, penindakan itu kan upaya yang mengandung risiko," kata Tito kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (22/7/2016).

"Risikonya, kalau terjadi perlawanan dari tersangka maka mungkin akan ada korban. Bisa luka, bisa juga meninggal dunia," sambungnya.


Belakangan, Tito mengatakan sepakat dengan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Dia menegaskan sudah ada diskusi dengan Menko Polhukam Wiranto dan TNI.

"Sudah diskusi dengan Menko Polhukam dan Panglima. Intinya, terorisme ini harus komprehensif, tidak bisa hanya 1 instansi," kata Tito di Istana Bogor, Jalan Ir H Juanda, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (29/5/2017).

Namun, Tito menekankan supremasi hukum dan hak asasi manusia harus dikedepankan dalam kerja-kerja penegakan hukum.

"Tapi prinsip penanganan terorisme, karena ini negara demokrasi yang mengutamakan supremasi hukum dan human rights, maka prinsipnya adalah 'due process of law', tetap pada penegakan hukum," ujarnya.



Jenderal Gatot Nurmantyo yang tahun lalu masih menjabat Panglima TNI menyatakan latar belakang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Latar belakang itu adalah kedaruratan, bukan keinginan pihak tertentu.

"Saya tidak menyebutkan keinginan tertentu, tetapi kita kan sekarang sedang darurat teroris. Kemudian teroris itu adalah kejahatan negara," kata Gatot seusai acara buka puasa bersama di kediaman Ketua MPR Zulkifli Hasan, kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Jumat (2/6/2017).  (https://news.detik.com)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.