Keuangan Pengadilan RI Terancam Lumpuh, Gayus Desak Rapat Pleno Luar Biasa MA
Baturaja Radio - Keuangan pengadilan seluruh Indonesia teracam lumpuh karena Sekretaris
Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dua kali mangkir rapat dengan DPR membahas
APBNP 2016. DPR pun telah memberi tanda bintang terhadap keuangan MA.
"Ketidakhadiran Sekretaris MA pada dua kali rapat membahas APBN MA menjadikan anggaran MA terancam diputuskan menurut pandangan fraksi-fraksi. Oleh sebab itu, perlu antisipasi lumpuhnya keuangan MA," kata hakim agung Gayus Lumbuun saat berbincang dengan detikcom, Senin (13/6/2016).
Nurhadi tidak hadir dalam rapat dengan DPR pada Kamis (9/6) untuk membahas APBNP 2016 untuk MA. Nurhadi hanya mewakilkan kepada Kepala Badan Urusan Administrasi (BUA) MA, Aco Nur. Komisi III DPR menolak karena Aco Nur bukan orang yang berkompeten berbicara keuangan MA.
"Perwakilan MA itu memang tidak bisa mewakili karena kuasa anggaran diberikan atributif kepada Sekretaris MA," ujar Gayus.
Oleh sebab itu, Gayus meminta segera digelar rapat pleno MA luar biasa menyikapi hal tersebut. Sebab implikasi ketidakhadiran Sekretaris MA di DPR itu akan diterima seluruh pengadilan di Indonesia, tidak hanya di MA.
"Rapat pleno ini haruslah diikuti oleh seluruh hakim agung, bukan oleh pimpinan semata," ucap Gayus yang pernah menjadi pengacara itu.
Usulan di atas bukannya tanpa alasan. Sebab selama ini kebijakan krusial dan mendesak hanya dibahas oleh pimpinan MA yang berjumlah 10 orang. Padahal seharusnya MA melibatkan tiga pihak dalam setiap pengambilan kebijakan penting yaitu primary stakeholder (yang memiliki kepentingan langsung), secondary stakeholder (yang tidak memiliki kepentingan langsung dengan setiap kebijakan) dan key stakeholder (yang menetukan akhir/mengesahkan kebijakan yang diambil).
"Di MA, seluruh hakim agung adalah kelompok primary stakeholder sebagai penanggung jawab resiko atas kebijakan yang diambil," ujar mantan legislator itu.
Berdasarkan Pasal 6 UU Nomor 14 Tahun 1985 jo UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyebutkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung adalah
pejabat negara yang melaksanakan tugas Kekuasaan Kehakiman.
"Hal itu menunjukkan kebijakan MA merupakan kebijakan kolektif kolegial, bukan kebijakan pimpinan atau beberapa orang saja," cetus guru besar Universitas Krisnadwipayana itu.
MA menilai Nurhadi seharusnya bertindak arif dalam menentukan agenda yang dihadiri. Ia tidak datang dengan alasan menjadi Ketua Panitia Seleksi Ketua Pengadilan Negeri.
"Nah itulah, seharusnya membuat skala prioritas agenda (menghadiri sidang dengan DPR)," kata juru bicara MA hakim agung Suhadi.
Selain mangkir dari sidang dengan DPR, Nurhadi juga sedang diusut KPK terkait kasus penyuapan Panitera PN Jakpus Edy Nasution. Rumah Nurhadi digeledah KPK pada 21 April 2016 dan KPK menyita uang Rp 1,7 miliar, yang di antaranya ditemukan di kloset. Nurhadi juga telah diperiksa 3 kali untuk kasus Edy Nasution dan satu kali untuk anak buahnya yang juga tertangkap basah KPK menerima suap yaitu Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna. Nurhadi telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Selain itu, orang dekat Nurhadi juga ikut diperiksa KPK, yaitu:
1. Tin Zuraida, istri Nurhadi. Status saksi dan usai pemeriksaan di KPK, Tin tidak memberikan keterangan kepada wartawan. Tin juga belum memberikan LHKPN ke KPK sebagaimana perintah UU terkait.
2. Royani alias Pak Roy. Royani merupakan sopir Nurhadi dan telah dipanggil dua kali sebagai saksi tapi tidak hadir. Alhasi, Roy dikenakan status pencegahan ke luar negeri.
3. Brigadir Polisi Ari Kuswanto. Ajudan Nurhadi ini dipanggil KPK dua kali tapi tidak memenuhi panggilan.
4. Brigadir Polisi Dwianto Budiawan. Ajudan Nurhadi ini dipanggil KPK dua kali tapi tidak memenuhi panggilan.
5. Brigadir Polisi Fauzi Hadi Nugroho. Ajudan Nurhadi ini dipanggil KPK dua kali tapi tidak memenuhi panggilan.
6. Ipda Andi Yulianto. Ajudan Nurhadi ini dipanggil KPK dua kali tapi tidak memenuhi panggilan.
7. Kasirun alias Jenggot, pegawai di rumah Nurhadi.
8. Sairi alias Zahir, pegawai di rumah Nurhadi.
Wartawan telah berulang kali meminta konfirmasi kepada Nurhadi terkait permasalahan di atas tetapi ia selalu tidak mau berkomentar.
(news.detik.com)
"Ketidakhadiran Sekretaris MA pada dua kali rapat membahas APBN MA menjadikan anggaran MA terancam diputuskan menurut pandangan fraksi-fraksi. Oleh sebab itu, perlu antisipasi lumpuhnya keuangan MA," kata hakim agung Gayus Lumbuun saat berbincang dengan detikcom, Senin (13/6/2016).
Nurhadi tidak hadir dalam rapat dengan DPR pada Kamis (9/6) untuk membahas APBNP 2016 untuk MA. Nurhadi hanya mewakilkan kepada Kepala Badan Urusan Administrasi (BUA) MA, Aco Nur. Komisi III DPR menolak karena Aco Nur bukan orang yang berkompeten berbicara keuangan MA.
"Perwakilan MA itu memang tidak bisa mewakili karena kuasa anggaran diberikan atributif kepada Sekretaris MA," ujar Gayus.
Oleh sebab itu, Gayus meminta segera digelar rapat pleno MA luar biasa menyikapi hal tersebut. Sebab implikasi ketidakhadiran Sekretaris MA di DPR itu akan diterima seluruh pengadilan di Indonesia, tidak hanya di MA.
"Rapat pleno ini haruslah diikuti oleh seluruh hakim agung, bukan oleh pimpinan semata," ucap Gayus yang pernah menjadi pengacara itu.
Usulan di atas bukannya tanpa alasan. Sebab selama ini kebijakan krusial dan mendesak hanya dibahas oleh pimpinan MA yang berjumlah 10 orang. Padahal seharusnya MA melibatkan tiga pihak dalam setiap pengambilan kebijakan penting yaitu primary stakeholder (yang memiliki kepentingan langsung), secondary stakeholder (yang tidak memiliki kepentingan langsung dengan setiap kebijakan) dan key stakeholder (yang menetukan akhir/mengesahkan kebijakan yang diambil).
"Di MA, seluruh hakim agung adalah kelompok primary stakeholder sebagai penanggung jawab resiko atas kebijakan yang diambil," ujar mantan legislator itu.
Berdasarkan Pasal 6 UU Nomor 14 Tahun 1985 jo UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menyebutkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung adalah
pejabat negara yang melaksanakan tugas Kekuasaan Kehakiman.
"Hal itu menunjukkan kebijakan MA merupakan kebijakan kolektif kolegial, bukan kebijakan pimpinan atau beberapa orang saja," cetus guru besar Universitas Krisnadwipayana itu.
MA menilai Nurhadi seharusnya bertindak arif dalam menentukan agenda yang dihadiri. Ia tidak datang dengan alasan menjadi Ketua Panitia Seleksi Ketua Pengadilan Negeri.
"Nah itulah, seharusnya membuat skala prioritas agenda (menghadiri sidang dengan DPR)," kata juru bicara MA hakim agung Suhadi.
Selain mangkir dari sidang dengan DPR, Nurhadi juga sedang diusut KPK terkait kasus penyuapan Panitera PN Jakpus Edy Nasution. Rumah Nurhadi digeledah KPK pada 21 April 2016 dan KPK menyita uang Rp 1,7 miliar, yang di antaranya ditemukan di kloset. Nurhadi juga telah diperiksa 3 kali untuk kasus Edy Nasution dan satu kali untuk anak buahnya yang juga tertangkap basah KPK menerima suap yaitu Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna. Nurhadi telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Selain itu, orang dekat Nurhadi juga ikut diperiksa KPK, yaitu:
1. Tin Zuraida, istri Nurhadi. Status saksi dan usai pemeriksaan di KPK, Tin tidak memberikan keterangan kepada wartawan. Tin juga belum memberikan LHKPN ke KPK sebagaimana perintah UU terkait.
2. Royani alias Pak Roy. Royani merupakan sopir Nurhadi dan telah dipanggil dua kali sebagai saksi tapi tidak hadir. Alhasi, Roy dikenakan status pencegahan ke luar negeri.
3. Brigadir Polisi Ari Kuswanto. Ajudan Nurhadi ini dipanggil KPK dua kali tapi tidak memenuhi panggilan.
4. Brigadir Polisi Dwianto Budiawan. Ajudan Nurhadi ini dipanggil KPK dua kali tapi tidak memenuhi panggilan.
5. Brigadir Polisi Fauzi Hadi Nugroho. Ajudan Nurhadi ini dipanggil KPK dua kali tapi tidak memenuhi panggilan.
6. Ipda Andi Yulianto. Ajudan Nurhadi ini dipanggil KPK dua kali tapi tidak memenuhi panggilan.
7. Kasirun alias Jenggot, pegawai di rumah Nurhadi.
8. Sairi alias Zahir, pegawai di rumah Nurhadi.
Wartawan telah berulang kali meminta konfirmasi kepada Nurhadi terkait permasalahan di atas tetapi ia selalu tidak mau berkomentar.
(news.detik.com)
Tidak ada komentar