Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

Pakar IPB: 60 Persen Nelayan di Indonesia Perlu Punya 'SIM'



Baturajaradio.com
- Sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang besar bagi ekonomi nasional. Namun kontribusi yang besar ini perlu didukung dengan kelayakan nelayan saat bekerja. Misalnya, memiliki 'Surat Izin Mengemudi' atau SIM khusus nelayan.

Lebih dari 60 persen nelayan belum tersertifikasi, baik untuk keahliannya maupun keterampilannya. Prof. Mohammad Imron, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) University mengatakan 'SIM' bagi nelayan bisa ada dua. 

Ini Kata Guru Besar IPB Misalnya memiliki Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (Ankapin) dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan (Atkapin).

Memiliki tanda kelayakan bagi nelayan itu penting. Sebab, berguna bagi masa depan para nelayan itu sendiri.

Hasil tangkapan ikan pada tahun 2016 yang mencapai angka 7,19 persen (6,54 juta ton) dan naik mencapai 7,7 juta ton pada 2020.

Artinya, jika hasil tangkapan ikan yang besar bisa didukung dengan nelayan yang dibekali beberapa keahlian (skill) dan tanda kelayakan, maka masa depan kelautan di Indonesia semakin cerah

 Hingga saat ini, perikanan tangkap di Indonesia dikategorikan masih tradisional karena masih didominasi oleh nelayan kecil. “Maka perlu kita dorong supaya para nelayan bisa menangkap ke wilayah yang lebih jauh dari pantai karena potensi sumberdaya di lepas pantai atau di lautan belum banyak dimanfaatkan.

Banyak nelayan asing yang masuk ke wilayah perairan kita, itu yang membuat pencurian ikan. Karena luasnya wilayah perairan kita, kadang tidak terawasi.

Ini tantangan yg perlu diatasi sehingga kedepan bisa lebih baik lagi," jelas Prof Imron dilansir dari laman IPB University. Baca juga: IPB University Juara Umum Pimnas Ke-35 2022 di UMM Ia menjelaskan,

yang perlu dilakukan untuk nelayan Indonesia adalah meningkatkan keahlian dan keterampilan mereka dalam menangkap ikan. “Sertifikat ini semacam SIM di lautan, karena ini bisa mencirikan bahwa nelayan bisa mengemudikan kapal.

 Meskipun banyak awak kapal penangkap ikan yang belum memiliki sertifikat kompetensi kepelautan, namun mereka tetap mendapatkan surat izin berlayar dari syahbandar.

Dampaknya adalah para awak kapal tidak mendapatkan upah dan fasilitas sesuai kompetensi," lanjutnya. Oleh karena itu, sudah menjadi tuntutan zaman untuk menjadikan SDM perikanan tangkap unggul sehingga terwujudnya keberlanjutan.

Selain nelayan perlu memiliki tanda kelayakan, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah cara menangkap ikan. Ternyata cara penangkapan ikan di Indonesia masih ada yang tidak ramah lingkungan.

Ia mengatakan hampir sulit menemukan teknik penangkapan ikan yang ramah lingkungan di Indonesia. “Yang jadi masalah, saat ini ada beberapa alat tangkap yang ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan. Selain itu, kadang muncul penilaian bahwa perikanan tangkap itu tidak ramah lingkungan.

Tapi hingga saat ini belum ada alat tangkap lain yang ramah lingkungan," ujarnya lagi. Prof. Imron mencontohkan cantrang.

Cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang yang saat dioperasikan, menyentuh dasar perairan.

Cantrang dilakukan dengan menebar tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan.

Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat. Cantrang dilarang karena dianggap merusak ekosistem laut.

 “Misal cantrang, zaman Menteri Susi dilarang. Kemudian dibolehkan lagi oleh Prabowo, tapi sekarang dilarang lagi. Oleh karena itu pengembangan alat penangkapan ikan yang efektif dan ramah lingkungan sangat dibutuhkan saat ini. Alat tangkap yang efektif belum tentu ramah lingkungan begitu juga sebaliknya,” imbuhnya.

Menurutnya, solusi alat tangkap yang dikatakan tidak ramah lingkungan dapat tetap dioperasikan dengan memperbaiki konstruksi atau metodenya.

Contohnya penggunaan alat tangkap trammel net yang merupakan hasil modifikasi dan digunakan untuk mengganti alat tangkap trawl yang dilarang dioperasikan.

“Sebenarnya cantrang juga tetap dapat dioperasikan jika ada perbaikan terhadap konstruksi dan metodenya.

Cantrang dapat dimodifikasi sebagai pencegahan tertangkapnya spesies yang dilindungi,” pungkasnya.

(https://www.kompas.com/edu/read/2022/12/12/070700271/pakar-ipb--60-persen-nelayan-di-indonesia-perlu-punya-sim-?page=all#page2)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.