Pasang Iklan Berbayar Disini

Pasang Iklan Berbayar Disini

RKUHP Sekarang Lebih Berbahaya Bagi Kebebasan Pers


Baturajaradio.com
- Dewan Pers mencermati sejumlah ketentuan hukum dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berpotensi mengancam kebebasan pers di Indonesia. Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra menuturkan, dalam draf RKUHP terbaru, pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers masih ada dan justru bertambah.

Padahal, Dewan Pers telah mengkritisi pasal-pasal tersebut. "Kita berkesimpulan RKUHP yang sekarang ini jauh lebih lebih berbahaya dan lebih berpotensi untuk memberangus kebebasan pers, kebebasan berekspresi," ujar Azyumardi Azra dalam keterangan persnya secara daring, Jumat (15/7).

Ia menjelaskan, terdapat 10 hingga 12 pasal di RKUHP yang bagian ataupun isu membelenggu kebebasan pers. Termasuk jurnalis menjadi objek delik dan kriminalisasi melalui RKUHP ini.

Azyumardi mencontohkan, pasal yang tidak membolehkan pers atau media melakukan kritik tanpa adanya solusi. Menurutnya, kritik yang dimaksud kekuasaan bersifat umum, bukan hanya ditujukan kepada presiden dan wakil presiden, tetapi pemerintahan umum hingga tingkat bawah.


"Karena itu media yang memuat kritik tapi tidak ada solusi itu bisa kena, bisa kena delik," tegas Azyumardi.

Dia mengatakan, pada prinsipnya Dewan Pers tidak menolak adanya RKUHP. Namun, RKUHP yang disebut sudah tahap final ini tidak boleh memberangus kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di masyarakat.

Azyumardi berharap Dewan Pers dan konstituen media dilibatkan dalam RKUHP agar tidak ada pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers di Indonesia. Draf RKUHP yang ada saat ini dinilai membuat pers di Indonesia tidak lagi bisa memainkan peran sebagai kekuatan checks and balances.

"Kekuatan yang bisa memberitakan hal-hal yang memang perlu diperhatikan oleh pemerintah, termasuk di dalam menyampaikan kritik-kritik kepada pemerintah," ujarnya.

"Karena itu sangat sayang sekali kalau sejauh ini proses RKUHP itu tidak melibatkan masyarakat sipil, tidak melibatkan pers," tambahnya.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendriana menjelaskan, pada pembahasan 2019 lalu, Dewan Pers pernah memberikan pandangan untuk pasal yang mengancam kebebasan pers. Namun bukannya dihilangkan, pasal-pasal tersebut masih tetap ada dan ditambah pasal lainnya yang mengancam kebebasan pers.
 
"Secara umum kami melihat pasal-pasal yang kami sorot pada waktu itu ada sekitar delapan poin dan poin-poin tersebut masih tetap di sini, yaitu pasal-pasal yang dianggap memberangus pers dan keberadaan pers," ujar Yadi, Jumat.

Yadi mengatakan, berbeda pada pembahasan RKUHP sebelumnya, Dewan Pers saat ini tidak diikutkan dalam mendiskusikan pasal-pasal tersebut. "Dewan Pers tidak lagi diajak untuk membahas RKUHP, walaupun dulu pernah. Kita berharap pemerintah dan DPR agar kembali mengkaji pasal-pasal itu dan melihat kembali dengan mengundang stakeholder atau pemangku kepentingan terkait," katanya.


Pasal RKUHP Berpotensi Mengancam Pers:

1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara;

2. Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

3. Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah , serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum)

4. Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong;

5. Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;

6. Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan;

7. Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;

8. Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan pencemaran nama baik;

9. Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.

Sumber: Dewan Pers

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.